APBD Pinrang Defisit Rp155 Miliar Dinilai Konyol oleh Eks Legislator, Begini Analisanya
Komentar

APBD Pinrang Defisit Rp155 Miliar Dinilai Konyol oleh Eks Legislator, Begini Analisanya

Komentar

Terkini.id, Pinrang — Eks Legislator dua periode Yusuf Timbangi menyoroti APBD Pinrang yang defisitnya kebablasan. Menurutnya, defisit yang terjadi telah melabrak Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tahun 2020.

Yusti sapaan akrab Yusuf Timbangi menyampaikan, sejak diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, tentang pengelolaan keuangan daerah, maka penyusunan APBD tidak lagi menganut anggaran yang berimbang. Akan tetapi surplus atau defisit.

“Nah untuk tahun anggaran 2021, APBD Pinrang defisit Rp155 miliar. Ini jadi persoalan,” nilainya, Senin 20 September 2021.

Menurut Yusti, PMK Nomor 121 Tahun 2020 tentang batas maksimal kumulatif defisit APBD telah diatur. Persentasenya adalah 5,4 persen dari pendapatan, bagi daerah yang berkemampuan sedang seperti Kabupaten Pinrang.

Jika merujuk pada PMK tersebut, lanjut legislator periode 1999-2004 dan 2004-2019 itu, lalu memperhatikan jumlah pendapatan daerah yang direncanakan tahun 2021 sebesar Rp1,293 triliun, maka batas maksimal defisit yang direncanakan seharusnya di bawah Rp70 miliar.

Baca Juga

“Artinya dengan defisit sebesar Rp155 miliar pada APBD 2021, mencerminkan APBD kita lagi sakit. Ini sungguh konyol,” nilainya lagi.

Lebih konyol lagi, tambah Yusti, anggaran yang diharapkan untuk menutup defisit tersebut yang bersumber dari SILPA sebesar Rp55 Milyar dan Rp100 miliar dari dana PEN. Itu ternyata, tidak disetujui oleh pemerintah pusat, maka dipastikan akan ada kegiatan fisik/belanja modal yang tidak bisa terealisasi pada APBD tahun ini.

Hal ini menunjukkan, kata dia, betapa buruknya perencanaan penganggaran daerah di bawah komando bupati sekarang. Lebih jauh, Direktur Lembaga Kajian Pengembangan Daerah LAKIPADA itu, juga menyentil keberpihakan penggunaan anggaran terhadap rakyat (belanja modal).

Yusti merinci, pada struktur APBD 2021 belanja barang dan jasa (belanja honor, makan, minum, perjalanan dinas) sekitar Rp352,226 miliar. Sementara belanja modal (infrastruktur seperti jalan, irigasi dan lainnya) itu berkisar Rp186,725 miliar.

“Dari total rencana belanja daerah yang sebesar Rp1,448 triliun, maka cuma 12,9 persen untuk belanja modal. Dari sini bisa terlihat kurang berpihak kepada kepentingan masyarakat,” imbuhnya.

Fatalnya lagi, bebernya, sumber pendapatan untuk belanja modal tersebut sebagian besar nantinya ditargetkan berasal dari dana pinjaman PEN yang batal (Rp100 miliar) dan tidak mungkin terealisasi.

“Pertanyaannya sekarang, apakah legislator tahu dan paham persoalan-persoalan ini. Utamanya mereka yang di banggar. Kekonyolan ini tidak boleh terus menerus terjadi setiap tahun anggaran. Makanya sekarang, mari menanti hasil pembahasan APBD perubahan 2021 yang lagi dibahas,” jelasnya.